Jangan sebarkan fikrah nanti akan berlaku bertentangan fikrah.
Jangan sebarkan mazhab nanti akan berlaku bertentangan mazhab.
Jangan sebarkan satu aliran ilmu nanti akan berlaku bertentangan ilmu yang lain.
Jangan sebarkan amalan nanti akan berlaku bertentangan amalan yang lain.
Jangan sebarkan idealogi nanti akan berlaku bertentangan idealogi yang lain.
Jangan sebarkan perguruan nanti akan berlaku bertentangan dengan perguruan yang lain.
Jangan sebarkan kumpulan nanti akan berlaku bertentangan dengan kumpulan yang lain.
Jangan sebarkan 'jenama', 'bentuk' atau 'nama' tertentu kerana seringkali berlaku bertentangan antara jenama, bentuk dan nama yang lain. Sebarkanlah nur dan satukanlah nur walau di kita mana berada tanpa mengira aliran ilmu, perguruan, amalan, idealogi, fikrah, kumpulan, nama, bentuk dan lain-lain. Bawa insan bukan kepada jenama atau kumpulan tapi kepada ingat, rasa dan pandang kepada Allah yang kelak melahirkan jiwa faqir, penuh kasih sayang, memiliki adab-adab hamba yang mulia serta cinta kepada perjuangan menegakkan Salaman demi membina kembali kekuatan dan kebangkitan Islam.
Tidak perlulah meributkan perbezaan kerana jika kita bersatu, perbezaan justru membuatkan kita menjadi lebih indah.
Siapalah Kita, Pada NilaianNya Allah
Di dalam hadis Qudsi pula ALLAH berfirman : Yang bermaksud : “Kemuliaan itu ialah pakaian Ku dan membesarkan diri itu ialah selendang Ku. Sesiapa yang cuba merebut salah satu dari kedua-duanya pasti Aku akan menyeksanya” (Hadis Qudsi Riwayat Muslim )

Sunday, 4 June 2017
Lupa Bersyukur.
"Kita sering menjadikan sebuah ungkapan syukur hanya sebatas kata-kata. Sebuah ceremonial kecil yang apabila kita telah mengucapkannya, maka itu sudah selesai.
Bila kita mau merasakan lebih dalam, tidak sesederhana itu. Banyak sekali tindakan baik kita yang berhenti di kata-kata.
Belum sempat menjadi tindakan, tidak ada waktu mewujudkan, atau mungkin justru lupa bahwa melakukannya jauh lebih penting daripada mengucapkannya.
Kita memiliki kesempatan-kesempatan yang luar biasa. Kita lupa bersyukur untuk menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
Kita memiliki teman-teman yang luar biasa, dan kita lupa mensyukurinya dengan menjaga hubungan pertemanan itu dengan sebaik-baiknya.
Kita memiliki akses pendidikan yang mudah, kita lupa mensyukurinya dengan sekolah dengan sebaik-baiknya.
Kita memiliki orang tua yang paling tepat untuk kita, kita lupa bersyukur untuk senantiasa mendoakannya hari ini.
Kita bisa beribadah dengan tenang di negeri ini, kita lupa mensyukurinya dengan beribadah sebaik-baiknya.
Kita memiliki waktu shalat dengan sebaik-baiknya, kita lupa mensyukurinya dengan mendoakan shalat kita semoga diterima. Kita juga lupa untuk mensyukurinya dengan shalat diawal waktu.
Kita memiliki ilmu yang sedemikan rupa dan kita lupa mensyukurinya dengan mengajarkannya kepada orang lain. Kita simpan sendiri.
Kita hari ini, berdiri disini, bertemu dengan orang-baru dan kita lupa mensyukurinya dengan mulai membangun silaturahmi, bukan menunggu orang lain menyambung terlebih dahulu."
Bila kita mau merasakan lebih dalam, tidak sesederhana itu. Banyak sekali tindakan baik kita yang berhenti di kata-kata.
Belum sempat menjadi tindakan, tidak ada waktu mewujudkan, atau mungkin justru lupa bahwa melakukannya jauh lebih penting daripada mengucapkannya.
Kita memiliki kesempatan-kesempatan yang luar biasa. Kita lupa bersyukur untuk menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
Kita memiliki teman-teman yang luar biasa, dan kita lupa mensyukurinya dengan menjaga hubungan pertemanan itu dengan sebaik-baiknya.
Kita memiliki akses pendidikan yang mudah, kita lupa mensyukurinya dengan sekolah dengan sebaik-baiknya.
Kita memiliki orang tua yang paling tepat untuk kita, kita lupa bersyukur untuk senantiasa mendoakannya hari ini.
Kita bisa beribadah dengan tenang di negeri ini, kita lupa mensyukurinya dengan beribadah sebaik-baiknya.
Kita memiliki waktu shalat dengan sebaik-baiknya, kita lupa mensyukurinya dengan mendoakan shalat kita semoga diterima. Kita juga lupa untuk mensyukurinya dengan shalat diawal waktu.
Kita memiliki ilmu yang sedemikan rupa dan kita lupa mensyukurinya dengan mengajarkannya kepada orang lain. Kita simpan sendiri.
Kita hari ini, berdiri disini, bertemu dengan orang-baru dan kita lupa mensyukurinya dengan mulai membangun silaturahmi, bukan menunggu orang lain menyambung terlebih dahulu."
Kaya.
Apabila manusia meletakkan definisi kekayaan sebagai rumah mewah, kereta besar dan harta, maka apabila mereka tidak memiliki kesemua itu, mereka berasa miskin.
Hakikatnya, kekayaan paling besar ada pada diri manusia iaitu tubuh yang Allah jadikan `fi ahsani taqwim` (dalam bentuk yang terbaik) (95:4).
Perumpamaannya, ibarat kita diberikan sebuah kereta mewah berharga jutaan ringgit secara percuma, tapi dengan syarat, kedua-dua kaki kita lumpuh. Semestinya kereta mewah tadi sudah tiada nilainya pada diri kita. Hakikatnya kekayaan tubuh kita nilaiannya melebihi jutaan ringgit. Setiap nikmat itulah yang paling termahal dan tidak ternilai.
Maka gunakanlah setiap nikmat sebaik-baiknya. Semoga Allah mengekalkannya di jalan cahaya. Sempurna. Agar kelak, tangan dan kaki bahkan seluruh anggota boleh berbicara yang indah-indah kepada Tuhan.
Amin.Amin.Amin Ya Rabb.
Hakikatnya, kekayaan paling besar ada pada diri manusia iaitu tubuh yang Allah jadikan `fi ahsani taqwim` (dalam bentuk yang terbaik) (95:4).
Perumpamaannya, ibarat kita diberikan sebuah kereta mewah berharga jutaan ringgit secara percuma, tapi dengan syarat, kedua-dua kaki kita lumpuh. Semestinya kereta mewah tadi sudah tiada nilainya pada diri kita. Hakikatnya kekayaan tubuh kita nilaiannya melebihi jutaan ringgit. Setiap nikmat itulah yang paling termahal dan tidak ternilai.
Maka gunakanlah setiap nikmat sebaik-baiknya. Semoga Allah mengekalkannya di jalan cahaya. Sempurna. Agar kelak, tangan dan kaki bahkan seluruh anggota boleh berbicara yang indah-indah kepada Tuhan.
Amin.Amin.Amin Ya Rabb.
Yang Dikaburi.
Orang yang bertauhid bukan yang paling banyak ibadahnya. Syaitan pernah menjadi makhluk Tuhan yang paling banyak beribadah, namun akhirnya tenggelam dalam kesyirikkan kerana gagal meruntuhkan berhala ke`aku`an dalam dirinya. Melihat dirinya hebat dengan ibadah-ibadah yang dilakukannya.
Hakikatnya, orang yang bertauhid ialah yang `mengosongkan' dan `menghilangkan` pandangan dirinya, dan melihat segalanya kerana Allah Azza Wajjala. Tidak akan ada insan yang mampu beribadah, seandainya bukan atas kudrat dariNya.
Maka pandanglah apa jua dari Allah, dengan Allah, dan hiduplah untuk Allah. Dengan pandangan itulah, akan hilang perasaan `wujud diri` seperti perasaan kesombongan, keakuan dan rasa `miliki`.
"Punca sombong adalah apabila kita rasa kita `memiliki sesuatu`. Sebab itulah Rasulullah mengajarkan para sahabat selama 13 tahun untuk sucikan syirik `rasa milik diri` kepada `segalanya milik Allah` sebelum datangnya seruan menunaikan segala ibadah syariat (solat, puasa, zakat, dll)"
`Berhala dalam diri`, itulah syirik yang bahaya tapi dikaburi.
"Apakah makna berdiri dalam solat.. Apakah makna Ruku dan Sujud.. Apakah makna bacaan Al-Fatehah dan tasbih jika engkau melihat segala darimu bukannya dari Kudrat dan Kasih Sayang dariNya.. Maka tika tu engkau tergelincir dalam kesyirikan yang amat hina menduakan sifat kekuasaan antara mu dengan Tuhan Mu" Allahu Akbar
Hakikatnya, orang yang bertauhid ialah yang `mengosongkan' dan `menghilangkan` pandangan dirinya, dan melihat segalanya kerana Allah Azza Wajjala. Tidak akan ada insan yang mampu beribadah, seandainya bukan atas kudrat dariNya.
Maka pandanglah apa jua dari Allah, dengan Allah, dan hiduplah untuk Allah. Dengan pandangan itulah, akan hilang perasaan `wujud diri` seperti perasaan kesombongan, keakuan dan rasa `miliki`.
"Punca sombong adalah apabila kita rasa kita `memiliki sesuatu`. Sebab itulah Rasulullah mengajarkan para sahabat selama 13 tahun untuk sucikan syirik `rasa milik diri` kepada `segalanya milik Allah` sebelum datangnya seruan menunaikan segala ibadah syariat (solat, puasa, zakat, dll)"
`Berhala dalam diri`, itulah syirik yang bahaya tapi dikaburi.
"Apakah makna berdiri dalam solat.. Apakah makna Ruku dan Sujud.. Apakah makna bacaan Al-Fatehah dan tasbih jika engkau melihat segala darimu bukannya dari Kudrat dan Kasih Sayang dariNya.. Maka tika tu engkau tergelincir dalam kesyirikan yang amat hina menduakan sifat kekuasaan antara mu dengan Tuhan Mu" Allahu Akbar
Wednesday, 31 May 2017
Bila Malu Sudah Tiada
Malu merupakan salah satu sifat terpuji yang bisa mengendalikan orang yang memilikinya dari perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا
Malu Sebagian Dari Iman Hadits Tentang Malu Iman Dan Malu
Hadist Tentang Malu Hilangnya Rasa Malu
Malu merupakan salah satu sifat terpuji yang bisa mengendalikan orang yang memilikinya dari perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Imron bin Hushain)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ قَالَ أَوْ قَالَ الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
Rasulullah bersabda, “Rasa malu adalah kebaikan seluruhnya atau rasa malu seluruhnya adalah kebaikan.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Iman itu terdiri dari 70 sekian atau 60 sekian cabang. Cabang iman yang paling utama adalah ucapan la ilaha illalloh. Sedangkan cabang iman yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari tempat berlalu lalang. Rasa malu adalah bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika Nabi menjumpai seorang yang sedang mencela saudaranya karena dia sangat pemalu, Nabi lantas bersabda, “Biarkan dia karena rasa malu itu bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut penuturan Imam Ibnul Qoyyim, alhaya’ (rasa malu) diambil dari kata-kata hayat (kehidupan). Sehingga kekuatan rasa malu itu sebanding lurus dengan sehat atau tidaknya hati seseorang. Berkurangnya rasa malu merupakan pertanda dari matinya hati dan ruh orang tersebut. Semakin sehat suatu hati maka akan makin sempurna rasa malunya.
Hakikat rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang memiliki hak.
Rasa malu itu ada dua macam. Yang pertama adalah rasa malu kepada Allah. Artinya seorang hamba merasa malu jika Allah melihatnya sedang melakukan kemaksiatan dan menyelisihi perintah-Nya. Yang kedua adalah rasa malu dengan sesama manusia.
Untuk rasa malu dengan kategori pertama, Nabi jelaskan dalam sabdanya, “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya”. “Kami sudah malu duhai Rasulullah”, jawab para sahabat. Nabi bersabda,
لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Bukan demikian namun yang dimaksud malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya adalah menjaga kepala dan anggota badan yang terletak di kepala, menjaga perut dan anggota badan yang berhubungan dengan perut, mengingat kematian dan saat badan hancur dalam kubur. Siapa yang menginginkan akhirat harus meninggalkan kesenangan dunia. Siapa yang melakukan hal-hal tersebut maka dia telah merasa malu dengan Allah dengan sebenar-benarnya.” (HR. Tirmidzi dll, dinilai hasan karena adanya riwayat-riwayat lain yang menguatkannya oleh Al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 935)
Dalam hadits ini, Nabi menjelaskan bahwa tanda memiliki rasa malu kepada Allah adalah menjaga anggota badan agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah, mengingat kematian, tidak panjang angan-angan di dunia ini dan tidak sibuk dengan kesenangan syahwat serta larut dalam gemerlap kehidupan dunia sehingga lalai dari akhirat.
Rasa malu yang kedua adalah malu dengan sesama manusia. Malu inilah yang mengekang seorang hamba untuk melakukan perbuatan yang tidak pantas. Dia merasa risih jika ada orang lain yang mengetahui kekurangan yang dia miliki.
Rasa malu dengan sesama akan mencegah seseorang dari melakukan perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina. Sedangkan rasa malu kepada Allah akan mendorong untuk menjauhi semua larangan Allah dalam setiap kondisi dan keadaan, baik ketika bersama banyak orang ataupun saat sendiri tanpa siapa-siapa menyertai.
Rasa malu kepada Allah adalah di antara bentuk penghambaan dan rasa takut kepada Allah. Rasa malu ini merupakan buah dari mengenal betul Allah, keagungan Allah. Serta menyadari bahwa Allah itu dekat dengan hamba-hambaNya, mengawasi perilaku mereka dan sangat paham dengan adanya mata-mata yang khianat serta isi hati nurani.
Rasa malu kepada Allah adalah termasuk tanda iman yang tertinggi bahkan merupakan derajat ihsan yang paling puncak. Nabi bersabda, “Ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan memandang Allah. Jika tidak bisa seakan memandang-Nya maka dengan meyakini bahwa Allah melihatnya.” (HR Bukhari).
Orang yang memiliki rasa malu dengan sesama tentu akan menjauhi segala sifat yang tercela dan berbagai tindak tanduk yang buruk. Karenanya orang tersebut tidak akan suka mencela, mengadu domba, menggunjing, berkata-kata jorok dan tidak akan terang-terangan melakukan tindakan maksiat dan keburukan.
Rasa takut kepada Allah mencegah kerusakan sisi batin seseorang. Sedangkan rasa malu dengan sesama berfungsi menjaga sisi lahiriah agar tidak melakukan tindakan buruk dan akhlak yang tercela. Karena itu orang yang tidak punya rasa malu itu seakan tidak memiliki iman. Nabi bersabda, “Di antara perkataan para Nabi terdahulu yang masih diketahui banyak orang pada saat ini adalah jika engkau tidak lagi memiliki rasa malu maka berbuatlah sesuka hatimu.” (HR. Bukhari)
Makna hadits, jika orang itu sudah tidak lagi memiliki rasa malu maka dia akan berbagai perilaku buruk yang dia inginkan. Ini dikarenakan rasa malu yang merupakan faktor penghalang berbagai tindakan buruk tidak lagi terdapat pada diri orang tersebut. Siapa yang sudah tidak lagi memiliki rasa malu akan tenggelam dalam berbagai perbuatan keji dan kemungkaran.
Nabi bersabda,
الحياء و الإيمان قرنا جميعا فإذا رفع أحدهما رفع الآخر
“Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga akan hilang.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar dengan penilaian ‘shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim. Penilaian beliau ini disetuju oleh Dzahabi. Juga dinilai shahih oleh al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir, no. 1603)
Salman al Farisi mengatakan,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عَبْدًا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ فَإِذَا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ فَإِذَا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا فَإِذَا لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ رِبْقَةُ الْإِسْلَامِ
“Sungguh jika Allah berkehendak untuk membinasakan seseorang maka akan Allah hilangkan rasa malu dari diri orang tersebut. Jika rasa malu sudah tercabut dari dirinya maka tidaklah kau jumpai orang tersebut melainkan orang yang sangat Allah murkai. Setelah itu akan hilang sifat amanah dari diri orang tersebut. Jika dia sudah tidak lagi memiliki amanah maka dia akan menjadi orang yang suka berkhianat dan dikhianati. Setelah itu sifat kasih sayang akan dicabut darinya. Jika rasa kasih sayang telah dicabut maka dia akan menjadi orang yang terkutuk. Sesudah itu, ikatan Islam akan dicabut darinya.”
Kata kata di atas ada yang menganggapnya sebagai sabda Nabi karena jika dinisbatkan kepada Nabi maka berstatus sebagai hadits palsu, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar. Lihat Silsilah Dhaifah karya al Albani no. 3044.
Ibnu Abbas mengatakan,
الحياء والإيمان في قرن ، فإذا سلب أحدهما اتبعه الآخر
“Rasa malu dan iman itu satu ikatan. Jika dicabut salah satunya maka akan diikuti oleh yang lain.” (Diriwayatkan dalam Mu’jam Ausath secara marfu’ dari Ibnu Abbas no. 8548. Namun riwayat yang marfu’ ini dinilai sebagai hadits palsu oleh al Albani dalam Dhaif Jami’ no 1435)
Hadits dan perkataan dua orang sahabat Nabi di atas menunjukkan bahwa orang yang tidak lagi memiliki rasa malu itu tidak memiliki faktor pencegah untuk melakukan keburukan. Dia tidak akan sungkan-sungkan untuk melakukan yang haram dan sudah tidak takut dengan dosa. Lisannya juga tidak berat untuk mengucapkan kata-kata yang buruk.
Oleh karena itu di zaman ini, suatu zaman yang rasa malu sudah berkurang bahkan hilang bagi sebagian orang, kemungkaran merajalela, hal-hal yang memalukan dilakukan dengan terang-terangan bahkan keburukan dinilai sebagai sebuah kebaikan. Bahkan sebagian orang merasa bangga dengan perbuatan tercela dan hina sebagaimana artis yang suka buka-bukaan atau sexy dancer.
Wal’iyadu billah…
Bahaya Ghibah
Awas.. Jangan Berghibah, Jangan Mengumpat, Mengunjing, Dan Menyindir
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan prasangka karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Janganlah kamu sekalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sekalian berghibah( menggunjing) satu sama lain. Adakah seseorang di antara kamu sekalian yang suka makan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang.” [QS: 49 (al Hujurat) ayat 12.]
Pengertian Ghibah
Ghibah atau menggunjing adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada saudaranya ketika ia tidak hadir dengan sesuatu yang benar tetapi tidak disukainya, seperti menggambarkannya dengan apa yang dianggap sebagai kekurangan menurut umum untuk meremehkan dan menjelekkan. Maksud saudaranya di sini adalah sesama muslim. Termasuk sebagai ghibah adalah menarik perhatian seseorang terhadap sesuatu dimana orang yang dibicarakan tidak suka untuk dikenali seperti itu.
Pengertian ini didasarkan dari penjelasan Rasulullah berikut ini:
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya: “Tahukah kamu, apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ‘Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.’ Seseorang bertanya; ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ‘ Beliau berkata: ‘Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.’
Sesuatu yang tidak disukai oleh saudara atau orang lain biasanya menyangkut aib berupa kekurangan atau hal-hal negatif yang ada pada dirinya. Tak seorangpun senang aibnya diketahui orang lain. Membeberkan aib seseorang sama halnya mempermalukannya. Semua perbuatan yang membentuk kesan buruk tentang seseorang dan membiarkan orang lain berkesan buruk kepadanya termasuk dalam kategori ghibah. Aisyah pernah menceritakan seorang isteri nabi lainnya di sisi Nabi SAW dan menyebut-nyebut kekurangannya. Kontan beliau bersabda: “Sungguh engkau telah mengghibahnya.”
Pada umumnya manusia tidak suka kekurangan atau hal-hal negatif yang ada pada dirinya menjadi bahan perbincangan publik. An Nawawi memberikan penjelasan tentang hal-hal yang disebut antara lain: keadaan tubuhnya, agamanya, dunianya, dirinya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, isterinya, pembantunya, pakaiannya, gerak-geriknya, raut mukanya, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Imam al Ghazali dalam ihya ulumuddin juga berpendapat serupa. Perbincangan pada obyek-obyek tersebut menjadi ghibah bila orang yang diperbicangkan merasa tidak suka. Perbuatan ghibah bisa dilakukan melalui pembicaraan lisan, tulisan, isyarat, atau dengan bahasa tubuh.
Ghibah dengan pembicaraan lisan bisa terjadi saat berbicara dengan seseorang, sekelompok orang, atau dalam majlis. Ghibah dengan tulisan bisa dilakukan dalam bentuk surat kepada seseorang, tulisan publikasi dalam koran, tabloid, majalah, buku, website, facebook, twitter, brosur, dll. Ghibah melalui bahasa tubuh bisa dilakukan dengan isyarat, ekspresi wajah, gerakan tubuh tertentu, atau menirukan tingkah laku dan gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-olok.
Dalam kehidupan masyarakat saat ini, ghibah juga dilakukan dengan dukungan media masa sehingga mempunyai efek yang sangat luas. Kita menyaksikan banyak stasiun radio dan televisi menyajikan acara ghibah yang dikemas dengan cara yang menarik, mendapat apresiasi luas dari masyarakat yang dibuktikan dengan rating jumlah penonton yang banyak. Kita juga mudah mendapatkan koran, tabloid, majalah, brosur yang tulisan-tulisannya mengandung ghibah mempunyai tiras besar, yang berarti banyak dibeli dan dibaca masyarakat. Ghibah kini telah didukung oleh teknologi informasi lainnya yang canggih seperti handphone, telekonferen, audiostreaming, videostreaming, jejaring sosial facebook, twitter, dan lain lain lagi...
Bagaimana halnya dengan orang yang hanya mendengarkan orang lain ber-ghibah? Mau mendengarnya berarti membiarkan orang lain berbuat mungkar, yakni melanggar larangan Allah ber-ghibah. Rasulullah memerintahkan kita bila melihat kemungkaran hendaknya merubah dengan kekuasaan, lisan, atau hatinya. Yang paling utama dengan kekuasaan. Bila hanya mampu dengan hati, imannya dalam kondisi yang selemah-lemahnya.
Mampu menghentikan pembicaraan ghibah berarti telah merubah kemungkaran dengan kekuasaan. Menyampaikan bahwa pembicaraan yang terjadi adalah ghibah tetapi tidak bisa menghentikannya adalah merubah dengan lisan. Berlalu dan meninggalkannya adalah bentuk merubah dengan hati. Ikut terlibat di dalamnya meskipun hanya sebagai pendengar berarti ia setuju terhadapnya dan membiarkannya terus berlangsung. Imannya berada dalam kondisi yang lebih buruk dari selemah-lemah iman. Apalagi bila mendengarkannya dilakukan dengan antusias, ia telah berperan dalam menghidupsuburkan ghibah.
Mendengar, menonton dan membaca acara maupun tulisan ghibah apalagi sampai menggemarinya, termasuk pendukung ghibah. Semakin banyak didengar, ditonton dan dibaca orang acara ghibah menjadi semakin subur. Salah satu ciri orang-orang mukmin yang beruntung adalah kemampuannya meninggalkan perbuatan yang sia-sia. Ber-ghibah bukan saja sia-sia, tetapi termasuk perbuatan mungkar yang wajib dihindari dan ditinggalkan.
Allah menggambarkan orang yang ber-ghibah seperti makan bangkai saudaranya yang telah mati. Membicarakan aib, kekurangan, hal-hal negatif pada orang lain berakibat pada matinya karakter seseorang. Sering disebut sebagai “character assasination”. Citra dirinya menjadi hancur dan mati seperti bangkai akibat ghibah.
Bahan Ghibah
Hal-hal yang disebutkan dalam ghibah antara lain: keadaan jasmani, yang dipakainya, nasab dan keluarganya, perangai, pekerjaan, perbuatan, ibadah, dan hal-hal lain menyangkut cacat, kekurangan atau hal-hal yang bersifat negatif.
Ghibah tentang keadaan jasmani misalnya: menyebut mukanya seperti muka monyet, kepalanya botak, matanya juling, dahinya nonong, kupingnya perung, tangannya pendek atau panjang, punggungnya bungkuk, perutnya besar, kulitnya hitam atau kuning, belang, kakinya pincang, jalannya menyeret kaki, bicaranya cedal, gagu, dan segala hal mengenai jasmaninya dimana ia tidak suka disebutkan begitu.
Ghibah tentang yang dipakaiannya: bajunya compang-camping dan banyak tambalannya, celananya kedodoran, sarungnya terseret-seret, sepatunya pinjaman, kopiahnya bau apek, perhiasannya imitasi, dll.
Ghibah tentang nasabnya misalnya: ayahnya bermoral rendah, jahat, hina, pedagang asongan, pengemis, bodoh, gembel, atau predikat apapun yang tidak disukainya.
Ghibah tentang keluarganya antara lain dengan mengatakan: isterinya jelek, suaminya pendek, anaknya ediot, kakaknya perampok, adiknya lintah darat, keluarganya berantakan, pamannya hanya tukang sapu, dan lain lain lagi...
Ghibah tentang perangainya antara lain dengan mengatakan: orangnya sombong, pelit, rakus, pemarahan, pengecut, licik, pembual, lemah hati, pengkhianat, penindas, pendurhaka, tidak sopan, tidak adil, gampang meremehkan, menyepelekan orang karena penampilannya, dll.
Ghibah tentang pekerjaannya: menyebut bahwa pekerjaannya hanya tukang sapu, tukang sol sepatu, babu, dan lain lain lagi...
Ghibah tentang perbuatannya: menyebut bahwa ia tidak berbakti kepada orang tuanya, banyak bicara, banyak makan, pernah mencuri, senang mabuk, bicaranya ngelantur, terlalu banyak tidur, melawan atasannya, dan lain lain lagi...
Ghibah tentang ibadahnya: suka meremehkan shalat dan zakat, tidak sempurna ruku’ dan sujudnya, tidak berhati-hati terhadap najis, tidak menyerahkan zakat kepada yang berhak, tidak memelihara puasanya dari perkataan cabul atau ghibah, dan lain-lainnya.
Pendeknya, banyak hal bisa menjadi bahan ghibah bila dimaksudkan untuk memperlihatkan sisi jeleknya.
Larangan Berghibah
Dalam al-Qur’an surah al-Hujurat (49) ayat 12 sebagaimana tercantum di atas, Allah melarang ber-ghibah dan menggambarkan pelakunya sebagai pemakan bangkai saudaranya. Di samping itu cukup banyak hadits yang juga melarangnya, antara lain:
Dari Abu Barzah Al Aslamy berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Wahai orang yang imannya masih sebatas lisannya dan belum masuk ke hati, janganlah kalian mengghibah (menggunjing) orang-orang muslim, janganlah kalian mencari-cari aurat (‘aib) mereka. Karena barang siapa yang selalu mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan membongkar kesalahannya, serta barang siapa yang diungkap auratnya oleh Allah, maka Dia akan memperlihatkannya (aibnya) di rumahnya.”
Dari ‘Ubadah bin Ash Shamit berkata: Rasulullah SAW membaiat kami seperti membaiat kaum wanita atau semua orang: (1) kami tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa pun, (2) tidak mencuri, (3) tidak berzina, (4) tidak membunuh anak, (5) tidak ghibah satu sama lain, (6) tidak mendurhakai beliau dalam kebaikan. Barangsiapa diantara kalian melakukan tindakan yang dilarang kemudian hukuman ditegakkan padanya, maka itu adalah kafarat baginya dan siapa yang menunda maka urusannya berpulang kepada Allah, bila berkehendak Ia akan menyiksa dan bila berkehendak Ia akan mengampuni.”
Akibat Ghibah
Ghibah berakibat buruk bagi pelaku dan obyeknya. Berikut ini beberapa hal yang merupakan akibat buruk dari ghibah:
Bagi Obyek Ghibah
Menimbulkan kesan buruk bagi obyek ghibah oleh karena “pembunuhan” pada karakternya. Allah menggambarkan orang yang berghibah sebagai pemakan bangkai saudaranya. Akibat perbuatannya saudaranya menjadi “bangkai”. Pencitraan buruk membuat hati menjadi tidak enak dan semangat menjadi lemah. Orang yang tidak punya semangat tidak mampu berbuat apa-apa. Orang yang tidak bisa berbuat apa apa seperti mayat atau bangkai.
Bagi yang berghibah:
Mengundang orang lain melakukan hal yang serupa terhadapnya. Sudah menjadi naluri manusia melakukan pembalasan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan terhadap dirinya. Orang yang suka berghibah menjadi sasaran ghibah orang lain.
Mengurangi fungsi puasa; sebagaimana hadits dari Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Puasa adalah tameng selama ia belum melubanginya.” Abu Muhammad berkata, “Yaitu dengan menggunjing orang lain.”
Mendatangkan siksa kubur; sebagaimana hadits dari Abu Bakrah, ia berkata: Nabi SAW melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: “Keduanya sedang disiksa, dan mereka disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak menjaga kebersihan ketika kencing dan yang lain disiksa karena berbuat ghibah.”
Mendatangkan siksa neraka; sebagaimana hadits dari dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit (dimi’rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka.”
Meninggalkan Ghibah
Jelas sekali larangan ghibah. Kita wajib menghindari dan meninggalkannya. Caranya antara lain dengan menghindari orang-orang yang senang berghibah dan menjauhkan mereka dari lingkungan pergaulan kita. Kita pilih orang-orang saleh menjadi sahabat-sahabat dekat kita.
Bila terdengar atau terlihat oleh kita acara-acara yang berisi ghibah di radio atau televisi, segera matikan atau pindah channel yang acaranya baik. Bila pada tabloid, koran, majalah, atau bacaan lainnya berisi ghibah, tinggalkan. Bila ada orang datang kepada kita dan berbicara ghibah, ingatkan dan minta berhenti atau tinggalkan bila tetap saja bicara. Bila dalam majlis pembicara berghibah, ingatkan atau tinggalkan majlis. Insya Allah kita akan selamat.
Bagi orang-orang yang bisa meninggalkan ghibah diberikan kabar gembira, berupa kebebasan dari api neraka sebagaimana hadits dari Asma’ binti Yazid dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Barangsiapa menahan diri dari memakan daging saudaranya dalam Ghibah, maka menjadi kewajiban Allah untuk membebaskannya dari api neraka.” Juga hadits dari Abu Darda’ dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Barangsiapa yang menahan ghibah terhadap saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka kelak pada hari kiamat.”
Marilah kita jaga mulut, mata, dan semua anggota tubuh kita dari ghibah!
Wallahul musta’an.
Sifat Anak Durhaka Terhadap Kedua Ibu Bapa
Dalam Islam diwajibkan seorang anak itu taat kepada kedua ibu bapanya, mereka wajib menghormati ibu bapanya, tidak boleh bersikap kasar terhadap kedua orang tua mereka.
Tetapi ada juga anak-anak yang lupa daratan, mereka ini adalah tergolong dari anak-anak yang tidak tahu menghormati ibu bapa mereka. Sikap mereka yang kasar sering membuat hati ibu bapa mereka terluka dan terguris.
Anak-anak yang engkar terhadap ibu bapanya adalah anak-anak yang tidak mahu berbuat bakti terhadap ibu bapa mereka. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. Mereka tidak pernah ingat bahawa kalau tidak kerana ibu bapa mereka, mereka tidak akan lahir di dunia ini.
Oleh itu anda harus ingat kalau tidak kerana ibu bapa anda tidak akan mengecapi hidup yang senang lenang, seperti yang anda hadapi sekarang ini. Kalau tidak kerana penat jerihnya anda tidak akan menjadi manusia yang disegani dan mempunyai ilmu yang tinggi.
Tidak guna anda berilmu setinggi langit, jika anda tidak dapat membahagiakan ibu bapa anda sebagaimana dia membahagiakan anda semasa anda memerlukan perlindungan darinya.
Sebenarnya ibu bapa itu bukan mahu disanjung-sanjung setinggi langit atau didukung sebagaimana dia mendukung anda semasa kecil atau disuap nasi ke mulutnya, sebagaimana dia menyuapkan anda semasa kecil lagi. Tetapi sudah cukup anda menghormatinya dengan memberi perhatian yang sewajarnya terhadap dirinya ketika mereka memerlukan.
Ibu bapa memang mudah berkecil hati jika anda mengeluarkan kata-kata yang kasar terhadapnya, oleh itu jagalah lidah anda jangan sampai terlanjur berkata kasar terhadapnya. Berlemah lembutlah terhadap mereka, walaupun anda tidak setuju dengan sikap mereka. Berunding dengan baik dalam suasana yang jernih akan dapat satu penelitian yang jujur terhadap apa yang dimusykillan.
Jangan anda tidak setuju terhadap ibu bapa anda terus berkeras dan membentak-bentak, ini durhaka namanya. Anak durhaka tidak akan mendapat rahmat daripada Allah SWT. Oleh yang demikian, waspadalah terhadap tindak- tanduk dan tingkah laku anda untuk menjaga hati orang tua anda.
Lantaran jasa orang tua anda tidak akan dapat anda balas, walau sebanyak mana anda memberi perhatian terhadap mereka. Pengorbanan mereka terlalu besar terhadap anda. Mengapa anda tidak boleh memberi kelapangan kepadanya ? Jika rezaki anda melimpah ruah, anda jangan bakhil membiayainya sedapat mungkin yang boleh. Kerana kekayaan atau rezaki yang anda perolehi itu adalah hasil usahanya juga untuk memberi anda hidup dan berilmu.
Kawallah diri anda untuk menjadi insan yang berguna dan tidak durhaka kepada orang tua anda. Jika tidak kerana mereka anda tidak akan bernafas serta ketawa untuk hari ini. Jika anda membelakangi orang tua bererti anda membelakangi apa yang disuruh oleh Allah SWT.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Bahawasanya Allah mengharamkan ke atas kamu semua menderhakai ibu dan menanam hidup anak-anak perempuan, sebagaimana Tuhan mencegahmu untuk menahan pemberian yang perlu diberikan dan Allah tidak menyukai kata-kata yang sia-sia dan membanyakkan pertanyaan dan menyia-yiakan harta.” – Riwayat Bukhari.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW lagi yang diriwayatkan oleh Thabrani yang bermaksud :
“Tiga perkara tiada bermanfaat, lagi bersertanya sesuatu pun iaitu menyengutui Allah SWT dengan sesuatu, mendurhakai ibu bapa dan lari dari medan pertempuran.”
Sabda Rasulullah SAW di atas jelas membuktikan bahawa menderhakai ibu bapa adalah amalan yang dimurkai oleh Allah SWT. Allah tidak akan merestui anak-anak yang derhaka. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Thabrani :
“Dua kejahatan yang dibalas oleh Allah di dunia ini iaitu zina dan derhaka kepada ibu bapa.”
Oleh itu, jika anda mendurhakai ibu bapa, anda telah melakukan maksiat besar yang merupakan dosa besar. Anak yang menderhakai ibu bapanya akan ditolak segala amalannya selagi anak itu tidak meminta ampun dan keredhaan dari ibu bapa mereka.
Anak-anak yang durhaka akan menerima hukuman yang setimpal dari Allah sejak mereka di dunia lagi, mereka hilang kemerdekaan hati dan rasa bersalah sering menghantui mereka. Dan di akhirat juga mereka akan mendapat hukuman yang setimpal. Kerana mereka yang mendurhakai kepada ibu bapa akan dibangkitkan semula di akhirat menyerupai kaldai.
Subscribe to:
Posts (Atom)